Sukses Berkarir di Usia Muda dengan Padukan Bisnis dan Hobi


Oleh: Nurtiyana Ramadhani

Sebastian Matengkar : Padukan Bisnis dan Hobi
Sebastian Matengkar, Founder & CEO Talang Telu Koffie (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

Gaya hidup masyarakat di zaman sekarang telah mengalami perubahan dan perkembangan. Jika dulu, masyarakat tidak terlalu mementingkan urusan penampilan dan gaya hidup, kini berbeda kondisinya. Gaya hidup, mulai jadi perhatian serius.

Gaya hidup, bukan lagi terbatas soal penampilan. Kini, “nongkrong” juga menjadi kegiatan yang dilakukan anak muda maupun dewasa di suatu tempat untuk berkumpul dan melakukan kegiatan mengisi waktu luang. Salah satunya adalah “nongkrong” di warung kopi.

Hasil riset Toffin, perusahaan penyedia solusi bisnis berupa barang dan jasa di industri hotel, restoran, dan kafe di Indonesia menyebut jumlah kedai kopi di Indonesia pada Agustus 2019 mencapai lebih dari 2.950 gerai.

Meskipun persaingan dalam bisnis kedai kopi cukup ketat, banyak dari pelaku bisnisnya tidak merasa khawatir dengan persaingan. Menurut mereka setiap usaha kedai kopi pasti memiliki pasar sendiri dengan konsep yang berbeda.

Seperti dilakukan Sebastian Matengkar, founder dan CEO Lanang Telu Koffie. Dia mengedepankan lokasi yang strategis, tempat yang menarik dan cita rasa kopi yang terjamin.

“Jadi Lanang Telu Koffie yang kami dirikan ini merupakan coffee shop dengan tema American Classic Industrial. Namun kami mengedepankan cita rasa kopi Nusantara dari berbagai daerah di Indonesia sebagai komoditas utama dalam perjalanan bisnis Lanang Telu.” jelas Sebastian kepada youngster.id saat ditemui di gerai Lanang Telu Koffie di Jalan Bambu Wulung No 37, Bambu Apus, Cipayung, Jakarta Timur.

Salurkan Passion
Konsumsi kopi domestik Indonesia terus meningkat. Data Tahunan Konsumsi Kopi Indonesia 2019 yang dirilis Global Agricultural Information Network menunjukkan proyeksi konsumsi domestik pada 2019-2020 mencapai 294 ribu ton.

Artinya meningkat sekitar 13,8%  jika dibandingkan konsumsi pada 2018-2019 yang mencapai 258 ribu ton.

Penjualan produk minuman kopi siap minum juga naik. Data Euromonitor menyebut pada 2013 retail sales volume produk kopi siap minum hanya sekitar 50 juta liter. Tahun lalu melonjak hingga hampir 120 juta liter.

Hal ini mendorong Sebastian untuk mencoba harumnya bisnis kopi.

“Bisnis kopi yang saya jalankan ini mengalir mengikuti naluri bisnis dan kecintaan saya pada kopi. Kebetulan saya adalah seorang penggemar kopi. Akhirnya kegemaran saya terhadap kopi menjadi begitu serius,” ucap pria kelahiran Yogyakarta itu.

Menurut Sebastian, bisnis ini sudah dirintis sejak 2017. Dimulai dari berburu lokasi untuk membangun coffe shop impian. Sebastian meyakini, lokasi yang tepat akan menentukan kelangsungan hidup bisnis ini. Sekaligus dapat menampung passion-nya terhadap otomotif, terutama motor klasik.

“Yang jelas, usaha yang saya dirikan ini sekaligus untuk menyalurkan passion saya di bidang otomotif. Kebetulan saya juga pecinta motor klasik. Makanya coffee shop dengan tema American Classic Industrial yang saya usung di sini saya coba padukan keduanya yaitu antara kopi dan otomotif,” ucap Sebastian menegaskan.

Sebastian berharap konsep ini dapat dinikmati para bikers dan juga masyarakat luas.

“Kami menghadirkan di Lanang Telu Koffie suasana yang cozy, homey dan layaknya garasi mereka sendiri. Di sini pelanggan yang datang juga bisa melihat koleksi dari berbagai motor klasik yang ada,” katanya lagi.

Selain konsep, Lanang Telu Koffie juga mengedepankan produk kopi lokal. Dan, yang juga membedakan Lanang Telu Koffie dengan kedai kopi lainnya adalah adanya segmen bengkel motor klasik (Garage 42), Gallery/mini museum motor klasik (Joksik/Pojok Klasik).

“Secara produk, mungkin produk kopi yang kami tawarkan kurang lebih sama dengan apa yang ditawarkan tempat lain. Tetapi secara atmosfer lokasi, kami pasti berbeda dengan kedai kopi lainnya,” ujarnya.

Walaupun terbilang baru, namun kedai kopi Lanang Telu Koffie sudah mampu membukukan omzet hingga ratusan juta per bulan (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

Semua Patner
Sejatinya, bisnis kedai kopi termasuk bisnis yang memiliki risiko besar. Meski demikian, Lulusan S2 Manajemen UGM ini tetap yakin bahwa usahanya memiliki peluang besar. Dalam enam bulan beroperasi, dia mengaku belum menemui kendala berarti.

“Bisnis kedai kopi berbeda dengan bisnis lainnya. Tetapi saya yakin bisnis ini telah memiliki pangsa pasar, maka bisnis kopi akan memberikan keuntungan yang berlipat ganda. Bersyukur dari awal Lanang Telu didirikan belum ada kendala berarti yang pernah terjadi selama ini. Saya bersama tim selalu mencari solusi dan memecahkan jika ada masalah untuk mencari jalan keluar. Selain itu, dalam berbisnis semua orang harus memiliki kreatifitas sehingga konsumen tidak jenuh untuk memakan atau memakai produk yang kita buat,” jelas Sebastian.

Bahkan, walaupun Lanang Telu Koffie ini masih baru, namun Sebastian sudah mampu membukukan revenue hingga puluhan juta rupiah per bulan.

“Bersyukur, meski pendatang baru, omzet Lanang Telu Koffie sudah mencapai Rp 90 juta sampai Rp 110 juta setiap bulannya. Sebagai pendatang baru, saya beruntung berarti usaha ini sudah diketahui oleh khalayak ramai yang ingin mencoba tahu dan kenal lebih dekat dengan Lanang Telu Koffie,” ungkapnya.

Sebastian berharap usaha yang dikembangkannya itu dapat terus tumbuh berkelanjutan. Untuk itu, ia senantiasa menekankan pada timnya untuk selalu kreatif dan berinovasi.

“Kami mencoba untuk mengalir saja, namun kami selalu berusaha untuk membuat inovasi agar selalu ada kejutan untuk para pelanggan setia kami. Tentu kami juga berharap agar bisnis ini dapat berjalan panjang dan dapat berkembang seperti para pebisnis yang telah lebih dahulu mulai,” tutup Sebastian.